Alat Pengetahuan Yang Terlupakan

Hilmi Alfianti | Senin, 01 Januari 2024 07:01 WIB | 65 kali
Alat Pengetahuan Yang Terlupakan

Seiring dengan perkembangan dalam bidang dunia informatika, kini dikenal pula istilah e-book atau buku-e (buku elektronik), yang mengandalkan perangkat seperti komputer meja, komputer jinjing, komputer tablet, telepon seluler dan lainnya, serta menggunakan perangkat lunak tertentu untuk membacanya. Dalma bahasa Indonesia terdapat kata kitab yang diserap dari bahasa Arab (????), yang memiliki arti buku. Kemudian pada penggunaan kata tersebut, kata kitab ditujukan hanya kepada sebuah teks atau tulisan yang dijilid menjadi satu. Biasanya kitab merujuk kepada jenis tulisan kuno yang mempunyai ketetapan hukum, atau dengan kata lain merupakan undang-undang yang mengatur.

Istilah kitab biasanya digunakan untuk menyebut karya sastra para pujangga pada masa lampau yang dapat dijadikan sebagai bukti sejarah untuk mengungkapkan suatu peristiwa masa lampau seperti halnya kitab suci. Kerajaan-kerajaan di Nusantara pada masa lampau memberi kedudukan yang penting bagi para pujangga untuk menceritakan kehidupan dan kekuasaan raja-raja pada waktu itu untuk diriwayatkan dengan cara ditulis.

Ada berbagai sumber yang menguak sejarah tentang buku. Awalnya buku pertama disebutkan lahir di Mesir pada tahun 2400-an SM setelah orang Mesir menciptakan kertas papirus. Kertas papirus yang berisi tulisan ini digulung dan gulungan tersebut merupakan bentuk buku yang pertama.

Ada pula yang mengatakan buku sudah ada sejak zaman Sang Budha di Kamboja karena pada saat itu Sang Budha menuliskan wahyunya di atas daun dan kemudian membacanya berulang-ulang. Berabad-abad kemudian di Tiongkok, para cendekiawan menuliskan ilmu-ilmunya di atas lidi yang diikatkan menjadi satu. Hal tersebut memengaruhi sistem penulisan di Tiongkok yang huruf-hurufnya ditulis secara vertikal yaitu dari atas ke bawah. Buku yang terbuat dari kertas, baru ada setelah Tiongkok berhasil menciptakan kertas pada tahun 200-an SM dari bahan dasar bambu ditemukan oleh Tsai Lun. Kertas membawa banyak perubahan pada dunia. Pedagang muslim membawa teknologi penciptaan kertas dari Tiongkok ke Eropa pada awal abad ke-11. Di sinilah industri kertas bertambah maju. Apalagi dengan diciptakannya mesin cetak oleh Gutenberg perkembangan dan penyebaran buku mengalami revolusi. Kertas yang ringan dan dapat bertahan lama dikumpulkan menjadi satu dan terciptalah buku. Pecinta buku biasanya dijuluki sebagai seorang kutu buku.

Dalam kutipannya Azwardi menjelaskan bahwa karakteristik abad 21 adalah informasi, komputasi, otomasi, dan komunikasi. Sejalan dengan itu, transformasi literasi terus bergerak cepat, secepat melesatnya anak panah dari busurnya. Dulu, berbagai informasi dapat diperoleh secara terbatas melalui media cetak, seperti jurnal, buku, koran, majalah, tabloid, dan surat biasa. Seiring dengan perkembangan teknologi informasi, kini penyampaian dan penerimaan pesan melesit tanpa batas ruang dan waktu. Sebanyak-banyak pesan tidak lagi dibatasi ruang tulis dan waktu, baik waktu penyampaian maupun waktu penerimaannya. Pesan keluar dan masuk bergerak secepat jatuhnya ujung jari di tombol perangkat komunikasi (gadget atau gawai).

Tranformasi informasi telah bermetamorfosis begitu kompleks. Dengan perangkat komunikasi terkini berbagai informasi tersebarkan secara mudah dan cepat, khususnya melalui jejaring sosial, seperti e-mail, web, blog, BBM (BlackBerry Messenger), FB (facebook), WA (WhatsApp), IG (instagram), line, dan Steemit. Pesan-pesan yang disampaikan pun sangat beragam, yaitu teks, gambar visual, video, audio, audio-visual, dan grafik yang dikemas secara kreatif sehingga berkesan menarik.

Kemajuan teknologi informasi tersebut sudah pasti berdampak terhadap kegiatan literasi secara umum. Orang-orang yang memiliki perangkat komunikasi berbasis Android mendadak menjadi kaum literat. Mereka terus menulis dan menyebarkan berbagai pesan penting kepada segala audiens, mulai dari audiens kalangan terbatas, seperti grup WA, atau grup BBM atau grup IG sampai dengan publik yang tiada batas. Kegiatan baca tulis dan sebarkan terus bergeliat setiap waktu.

Para penulis yang tidak terpublis tulisannya di media luas, seperti koran, tabloid, dan majalah umum tersebab sensor redaksi, tetap dapat meloloskan karya tulisnya ke ruang-ruang media online, seperti blog pribadinya, FB, IG, dan Steemit. Komen-komen yang berkembang pun menjadi ajang latihan menulis secara kontinyu setiap waktu. Mulai tidak populer

akibat kemudahan kegiatan literasi daring (dalam jaringan/online) di atas, kini aktivitas literasi secara manual, seperti mengetik di mesin tik atau laptop mulai tidak populer. Transaksi baca atau pinjam buku di berbagai perpustakaan misalnya, seperti perpustakaan sekolah, perpustakaan universitas, perpustakaan dayah, dan perpustakaan umum lainnya dalam lima tahun terakhir menurun drastis. Rak-rak buku mulai berdebu karena jarang disentuh. Lembaran-lembaran buku lengket menyatu sebab tak pernah dibuka. Akhirnya rayap atau kutulah yang membaca dan sekaligus mengambil alih perpustakaan.

Terkait dengan literasi online, memang perlu mendapat perhatian khusus. Tidak dapat dipungkiri bahwa akhir-akhir ini umumnya penulis dan pembaca dominan memanfaatkan gawai (gadget) sebagai media utama baca tulis dan sebarkan informasi, baik gagasan keilmuan dan pengetahuan maupun pengalaman dan perasaan. Oleh karena itu, penyediaan bahan bacaan berupa file atau e-book perlu menjadi perhatian siapa saja, khususnya pemerintah. Berbagai bahan referensi yang sudah pernah ada perlu dialih-mediakan agar mudah diakses secara efektif, efisien, murah, dan cepat melalui Playstore atau App Store yang dapat dipasang secara gratis atau berbayar di perangkat komunikasi para penulis dan pembaca. Penulis dan pembaca dapat mengungggah (upload), mengunduh (download), dan membaca dari gawainya kapan dan di mana saja. Beragam bahan bacaan yang sudah dikemas secara kreatif dan menarik dapat dibenamkan dalam perangkat komunikasi elektroniknya agar mudah dan cepat diakses.

Terkait dengan hal ini, dosen, mahasiswa, teungku, santri dayah, guru, dan anak sekolah kini umumnya telah memanfaatkan teknologi informasi untuk memaksimalkan kegiatan akademiknya. Berbekal kuota beberapa GB (gigabyte), referensi-referensi online pun begitu banyak, mudah, dan cepat dapat diakses, ditemukan di dunia maya. Tinggal mengolahnya sesuai dengan prosedur ilmiah, jadilah karya-karya tulis yang bernas. Bagi dosen dan mahasiswa, segala aplikasi pendukung, seperti kamus online, ensiklopedia online, jurnal online, dan berbagai e-book berkualitas lainnya sangat membantu memaksimalkan aktivitas literasi perkuliahan, penelitian, dan pengabdiannya.

Bagi Teungku dan santri dayah juga demikian. Berbagai rujukan bernas, seperti Alquran dan hadis online, kitab-kitab kuning beraksara Arab, dan video-video dakwah sangat mendukung mengoptimalkan kegiatan literasi pengajian dan dakwahnya. Bagi guru dan anak sekolah juga sangat relevan. Berbagai materi, metode, strategi, media, dan evaluasi pembelajaran yang baik dan mutakhir (best practice learning) sangat berarti menyokong proses belajar mengajarnya. (14 Juli 2019) 10:47

Dengan semakin banyak membaca, banyak pula informasi yang kita dapatkan. Banyak orang mengatakan bahwa buku adalah jendela dunia. Mengapa demikian? Karena dengan membaca buku, kita dapat membuka wawasan yang sangat membantu dan menghargai hasil karya orang lain. Namun sangat disayangkan, pada zaman sekarang ini, jarang kita temukan generasi muda yang gemar membaca. Karena pada kenyataannya minat baca remaja sekarang ini sangatlah rendah. Padahal banyak manfaat yang dapat diperoleh dari membaca. Banyak faktor yang menjadi penyebab rendahnya minat baca remaja. Salah satunya adalah karena semakin berkembangnya teknologi. Seiring perkembangan zaman, internet telah merubah cara pandang manusia. Kebanyakan orang-orang tidak memiliki ketertarikan untuk membaca. Padahal minat baca mempunyai pengaruh yang besar terhadap kualitas pendidikan. Karena dengan membaca seseorang dapat menunjukan kreativitas mereka. Semakin banyak membaca semakin banyak pula pengetahuan yang didapatkan.

Hasil penelitian Perpustakaan Nasional tahun 2017 menyebutkan rata-rata orang Indonesia hanya membaca buku 3-4 kali per minggu, dengan durasi waktu membaca per hari rata-rata 30-59 menit. Sedangkan, jumlah buku yang ditamatkan per tahun rata-rata hanya 5-9 buku. BerdasarkanBerdasarkan studi World Most Literate Countries yang dilakukan oleh Presiden Central Connecticut State University (CCSU), John W Miller, Indonesia berada di peringkat 60 dari 61 negara pada 2016. Hal tersebut sangat memprihantikan, mengingat banyaknya orang khususnya remaja dan anak-anak yang tidak tertarik dengan membaca.

Data di atas menunjukan bahwa rata rata orang  Indonesia tidak suka membaca buku dan beberapa orang tidak pernah membaca buku secara tuntas. Hal tersebut menyebabkan menurunnya kualitas pendidikan.

 Perkembangan zaman dengan teknologi yang serba canggih ini, memanjakan orang dalam mengakses sesuatu di internet. Sehingga mereka lebih sering membaca tulisan di sosial media dibanding membaca tulisan di buku buku. Tak jarang perpustakaan di kampus atau di sekolahan terdapat banyak debu. Rendahnya minat baca menyebabkan seseorang menjadi kurangnya pengetahuan. Selain itu, pemikiran mereka tidak berkembang serta menjadikan kurang update tentang informasi. Jika kita tidak memiliki pengetahuan, maka kita akan gampang dibodohi. Namun sebenarnya membaca buku harus dimulai dari niat dalam diri seseorang. Apabila orang tersebut tidak niat membaca maka seumur hidup dia tidak akan membaca.

Strategi meningkatkan minat baca yaitu dengan memfasilitasi orang-orang yang gemar membaca di perpustakaan yang lengkap. Ada pula contoh membuat program perpustakaan keliling ke daerah satu dengan yang lainnya agar masyarakat yang di daerah terpencil dapat menikmati bacaan buku. Strategi selanjutnya mensosialisasikan gerakan membaca oleh teman-teman dari komunitas membaca. Selain itu, membuat perpustakaan yang nyaman. Contohnya di tempat-tempat yang sejuk, seperti di tepi danau atau bisa juga membuat perpustakaan rumah pohon. Cara tersebut selain membuat nyaman, di tempat seperti ini pula dapat menikmati alam sekaligus berselancar pikiran melalui buku.  Dengan begitu pikiran akan menjadi jernih serta terbebas sejenak dari kesibukan kesibukan yang ada.  Hal terpenting yang harus dilakukan oleh generasi era milenial ini adalah menumbuhkan dan meningkatkan kesadaran diri akan pentingnya membaca. Karena hal ini dapat membawa manfaat yang sangat besar, terutama bagi pembaca/pemustaka itu sendiri. Teknologi informasi boleh beranak pinak menggerogoti buku-buku di muka bumi, akan tetapi minat membaca jangan sampai musnah. Karena membaca akan memberikan dampak positif bagi pengarang atau penulis dan meningkatkan roda perekonomian secara merata. Dorongan dari berbagai pihak untuk meningkatkan minat baca pun sangatlah dibutuhkan, terutama dari pihak keluarga.

(https://www-kompasiana-com.)



Yuk Bagikan :

Baca Juga