Lingkungan Toxic

Anisa Husnul Abdilah (SMP | Minggu, 03 Maret 2024 11:14 WIB | 36 kali
Lingkungan Toxic

      Pagi hari, di hari senin saya sedang bersiap-siap untuk berangkat sekolah tiba-tiba Ayah menghampiri saya sambil berkata, “Nak, hari ini kamu tidak usah sekolah karena hari ini kita akan pindah rumah.”

     Saya terkejut dengan apa yang telah saya dengar. Ini sangat mendadak dan rasanya saya tak punya kata-kata untuk menanggapi hal yang rasanya tidak akan disukai itu. Saya pun hanya bisa mengangguk, lantas ikut berkemas barang-barang  untuk dibawa ke rumah baru serta lingkungan baru. Saat kepergian saya, ada hal yang sangat saya sesali. Saya tak berpamitan dulu kepada teman-teman dan itu membuat saya merasa sedih dan hampa. Hal tersebut juga merupakan hal yang sampai sekarang saya sesali, andai waktu bisa diulang.

     Setelah tiga hari pindah, saya pun memasuki sekolah baru yang tak begitu jauh dari rumah, sekitar sepuluh menitan jika saya mengendarai kendaraan. Hal itu rasanya pasti sulit untuk dijalankan, secara itu sekolah baru dengan teman-teman yang baru pula. 

    Semuanya berjalan baik saat pertama kali memasuki sekolah baru dan lingkungan baru itu, namun setelah satu bulan saya bersekolah di sana tanpa menemukan teman baru, entah kenapa semua orang tampak suka melihat saya sejak saat itu, yang membuat saya menjadi kurang nyaman dan berpikir mungkin saya tidak akan memilik teman. Akan tetapi, tak lama setelah itu ada beberapa orang yang mengenalkan diri mereka dan dari situ kami mulai terus mengobrol banyak hal dan sejak saat itu kami pun menjadi teman.

    Banyak hal yang telah kami lakukan, namun walau seperti itu saya merasa tidak terlalu nyaman dengan mereka. Saya merasa kalau saya hanya dimanfaatkan oleh mereka. Dan benar saja, tidak lama setelah pikiran tersebut melintas, ada suatu kejadian yang membuat saya yakin hal itu adalah kenyataannya.

     Semuanya bermula saat kami sedang makan bersama di kantin dengan suasana yang menyenangkan, bercanda dan penuh tawa. Lalu tiba-tiba salah satu dari kami bertanya, "Eh btw, kalian udah liat belum sih video yang aku kirim ke grup?''

     Ketika itu semuanya menjadi hening dan saling menatap satu sama lain, dengan tatapan yang seakan-akan menyembunyikan sesuatu membuat saya berpikiran berlebihan sampai pulang sekolah. Grup? Grup whatshap tanpa saya? Itu artinya mereka tidak benar-benar menganggap saya teman, kan? Dan jangan-jangan mereka membuat grup tanpa saya untuk membicarakan saya saja. Ah, sial pikiran saya semakin kacau. 

    Saya pun mengecek kebenarannya dan dam, betul saja mereka tak benar-benar menganggap saya teman dan hanya memanfaatkan saya, bahkan mereka tak sungkan-sungkan membicarakan hal jelek tentang saya. Benar-benar mengecewakan.  Menjauh, ya menjauh adalah hal yang terbaik dan mungkin akan membuat mereka sadar. Sialnya, bukannya mereka sadar, mereka malah menganggap saya berkhianat kepada mereka.

    Suatu hari, saat jam istirahat di jalan menuju kantin saya bertemu dengan mereka. 

     “Haha … kalau aku malu, tuh. Giliran susah aja sama kita, sekarang udah seneng lupa sama teman lama,” sindir salah satu dari mereka dengan ngenesnya.

      "Iya, emang dasarnya nggak tahu malu itu mah,'' timpal yang lainnya.

       Saya menghela napas, mencoba untuk menaham amarah yang sudah meletup-letup dan memilih hanya meneloh serta tersenyum saja kepada mereka tanpa bisa mengatakan apapun, dan langsung pergi ke kantin karena jika saya ladenin tidak akan selesai-selesai, pastinya juga akan memperkeruh suasana.

      Saya sudah berusaha mendiamkan mereka, namun rasa-rasanya mereka semakin menjadi membuat saya lama-lama menjadi risih. Mereka selalu menyebarkan hal yang jelek-jelek mengenai saya kepada setiap orang. Tanpa berpikir panjang saat mereka melakukan hal yang sama lagi, saya hampiri mereka karena rasanya sudah tak tahan lagi.

     "Ada apa ini rame-rame?'' tanya saya berbasa-basi, walau sebetulnya malas juga.

      “Eh, nggak ada apa-apa,'' jawab salah satu dari mereka dengan ketus. ”Ayo guys kita ke kelas.

      Dengan rasa ragu, saya memberanikan diri menegur mereka karena jika dibiarkan lagi pasti akan lebih menjadi-jadi.  Karena hal itu, saya pun cekcok dengan mereka sampai guru harus melerai dan menenangkan kami. 

     Sejak kejadian itu, kami tak pernah lagi saling menyapa, bahkan sampai kami lulus dan tak pernah berkomunikasi lagi. Jadi, tidak usah takut untuk ditinggalkan teman yang seperti itu, karena jika terus-terusan dengan mereka kita hanya akan terus ditindas oleh mereka. Toh, jika tidak berteman dengan mereka juga tidak akan rugi, malahan mereka yang bakalan rugi kalau kita tinggalkan. 



Yuk Bagikan :

Baca Juga